Paringin (Kemenag Balangan) – Kantor Kementerian Agama Kabupaten Balangan melaksanakan Rukyatul Hilal dalam rangka penentuan awal Ramadan 1446 H di Gedung Budaya Kabupaten Balangan, Jumat (28/02/2025).
Kegiatan ini dipimpin langsung oleh Kepala Kantor Kemenag Balangan, Drs. H. Saribuddin, M.Pd.I, didampingi Kepala Seksi (Kasi) Bimbingan Masyarakat (Bimas) Islam, Drs. H. Wahid Noor Fajeri, serta dihadiri oleh tim rukyat dari berbagai unsur terkait.
Dalam keterangannya, Saribuddin menegaskan bahwa rukyatul hilal merupakan bagian dari syariat Islam yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dalam menentukan masuknya bulan Ramadan.
"Kita melaksanakan rukyatul hilal karena dalam syariat Islam, awal bulan hijriah, termasuk Ramadan, ditetapkan dengan melihat hilal atau berdasarkan hasil hisab. Oleh karena itu, kami di sini berupaya memastikan secara langsung keberadaan hilal sesuai dengan tuntunan syariat," ujarnya.
Saribuddin menyampaikan bahwa lokasi rukyat yang dipilih kali ini merupakan tempat baru yang dinilai cukup representatif untuk pengamatan.
"Alhamdulillah, ini pertama kalinya kita melaksanakan rukyat di Gedung Budaya Paringin Selatan. Secara geografis, tempat ini cukup strategis untuk pengamatan hilal. Namun, kondisi cuaca saat ini kurang mendukung karena hujan baru saja reda dan kabut masih cukup tebal di sekitar area pengamatan," jelasnya.
Saribuddin menyatakan bahwa kondisi cuaca memang menjadi tantangan tersendiri dalam proses rukyatul hilal kali ini.
"Sejak sore tadi, hujan sempat turun cukup deras dan meskipun saat ini sudah reda, langit masih tertutup mendung. Dengan kondisi seperti ini, kemungkinan besar hilal tidak dapat teramati," ungkapnya.
Sementara itu, Kasi Bimas Islam, Drs. H. Wahid Noor Fajeri, menambahkan bahwa rukyatul hilal merupakan salah satu metode penentuan awal bulan hijriah yang dilakukan di berbagai titik di Indonesia.
"Metode rukyat ini dilakukan dengan cara mengamati langsung keberadaan bulan sabit pertama setelah matahari terbenam. Jika hilal terlihat dengan mata telanjang atau menggunakan alat bantu optik, maka malam itu sudah masuk awal bulan Ramadan. Namun, jika hilal tidak terlihat, maka bulan Sya’ban digenapkan menjadi 30 hari sesuai dengan ketentuan syariat Islam," jelasnya.
Selain aspek syariat, rukyatul hilal juga memiliki dasar ilmiah yang kuat, di mana para ahli falak melakukan perhitungan matematis untuk menentukan kemungkinan visibilitas hilal.
"Dalam ilmu falak, ada dua metode yang digunakan, yaitu hisab dan rukyat. Hisab merupakan perhitungan secara matematis untuk mengetahui posisi hilal, sedangkan rukyat adalah metode observasi langsung. Kedua metode ini saling melengkapi dalam penentuan awal bulan hijriah," jelasnya lebih lanjut.
Salah Satu Anggota Tim Rukyatul Hilal Domi Hidayat menjelaskan bahwa berdasarkan perhitungan hisab, posisi hilal sebenarnya telah berada di atas ufuk dengan ketinggian 3 derajat 38 menit. Namun, sudut elongasi antara bulan dan matahari masih rendah, yaitu hanya 5 derajat 28 menit.
"Secara hisab, hilal sudah memenuhi kriteria ketinggian minimal. Meski begitu, karena elongasinya masih rendah dan kondisi langit tertutup awan, kemungkinan besar hilal sulit untuk terlihat secara kasat mata," tambahnya.
Namun Domi menyampaikan bahwa meskipun hilal belum dapat terlihat di Balangan, keputusan resmi mengenai awal Ramadan tetap menunggu hasil sidang isbat yang akan diumumkan oleh Kementerian Agama RI.
"Kita masih menunggu pengumuman resmi dari Menteri Agama dalam sidang isbat yang akan menetapkan 1 Ramadan secara nasional. Mudah-mudahan di daerah lain, terutama di wilayah barat seperti Aceh, kondisi cuaca lebih baik sehingga hilal dapat terlihat dengan jelas," imbuhnya.
Penulis: Uswah
Foto: Uswah
0 Comments